Minggu, 15 November 2015

Fenomena Main Hakim Sendiri

Fenomena Main Hakim Sendiri
(analisis warga negara dan negara)

Di indonesia masih sering kita lihat fenomena main hakim sendiri ketika ada tindak kejahatan yang terjadi di sekitar kita dan pelaku kejahatan tertangkap oleh warga, begitu serentaknya warga memukuli pelaku hingga babak belur atau hingga terjadi hilangnya nyawa pelaku.  Tindakan main hakim sendiri biasanya dilakukan warga terhadap seseorang atau lebih yang dianggap telah melakukan tindakan menganggu kepentingan masyarakat setempat. Tidak sedikit warga yang ikut-ikutan main hakim sendiri walaupun mereka belum tau masalahnya, Namun mereka ikut memukul mengaku kesal karena sebelumnya pernah dibuat kesal dengan ulah-ulah para penjahat, semisal pencuri, pencopet atau perampok. Namanya main hakim sendiri. Tentu saja tindakan itu tidak memiliki legalitas dalam hukum positif kita. Artinya pelaku main hakim sendiri dapat dikenakan hukuman. Tapi kenyataannya, aksi-aksi main hakim sendiri masih terus terjadi dan kerap kita dengar.
Setiap kali terjadi tindakan main hakim sendiri oleh warga, polisi adalah aparat penegak hukum yang paling banyak direpotkan. Dalam banyak kejadian, warga baru melaporkan kejadiannya setelah korban babak belur bahkan tewas di tangan mereka. Amuk warga kembali mengingatkan. Masyarakat memelurkan kepastian penegakan hukum oleh aparat. Dalam banyak peristiwa main hakim sendiri, polisi memang sering dibuat repot. Tidak saja saat menghadapi amuk massa itu berlangsung, tapi menyangkut proses hukum atas pelanggaran yang sering terjadi. Sebab apapun alasannya, warga tidak dibenarkan melakukan kekerasan, penindasan apalagi sampai menghilangkan nyawa orang lain.
Tindakan main hakim sendiri memang lebih banyak tindakan brutalnya, ketimbang tindakan yang bersifat penyerahan. Pihak kepolisian sendiri menilai, kesadaran masyarakat untuk membantu penegakan hukum masih lemah. Pada kasus-kasus penjahat tertangkap tangan, laporan memang diberikan namun setelah warga mengambil tindakan sendiri dulu. Tindakan main hakim sendiri disebabkan oleh banyak hal. Diantaranya adalah perasaan tidak percaya masyarakat terhadap ketegasan aparat dalam menegakan hukum. Banyaknya pelaku kejahatan yang lolos dari jerat hukum dan sebagainya. Lemahnya penegakan hukum terlihat dari banyaknya kasus main hakim sendiri.
Aksi main hakim sendiri biasanya terjadi jika sang penjahat tertangkap tangan dilingkungan padat penduduk. Seperti pusat-pusat perbelanjaan, terminal hingga perkampungan warga yang padat penghuni. Karena itu memang hanya penjahat yang bernyali besar yang masih nekad menjalankan aksinya. Mengingat resiko yang harus mereka dihadapi jika tertangkap warga.
Ada beberapa faktor mengapa warga melakukan aksi main hakim sendiri. Dan faktor terbesarnya adalah kekecewaan warga terhadap kinerja aparat hukum di negara ini. Polisi harus bertindak tegas, terutama dengan menyelidiki dan selanjutnya menindak secara hukum, pihak yang pertama kali memicu aksi kolektif tersebut.
aksi main hakim sendiri lebih dipengaruhi perasaan frustasi masyarakat terhadap kondisi bangsa yang morat marit. Terutama sektor perekonomian yang tak kunjung membaik dan kian menghimpit kehidupan ekonomi masyarakat.
Indikatornya, aksi ini banyak dilakukan warga dengan ekonomi kurang mampu. Walaupun begitu tetap masih mungkin dicarikan jalan keluar. Yakni dengan membentuk sebuah lembaga yang berfungsi sebagai juru damai atau negosiator dalam setiap komunitas. Tinggal yang harus dipikirkan bagaimana lembaga tersebut independensinya mendapat kepercayaan dari masyarakat.
Saya pun berpendapat bahwa yang paling bertanggungjawab dan menjadi target mereka dalam pengusutan kasus seperti ini adalah mereka yang menjadi pemicu awal. Polisi memang dibuat repot oleh aksi sepihak warga dalam menghadapi kejahatan di masyarakat. Tidak saja dalam upaya mencegah warga tertidak anarkis. Tapi juga dalam mengusut kasus ini secara hukum, khususnya jika polisi tiba saat aksi belum terjadi. Tidak sebandingnya jumlah anggota polisi dan masyarakat, memang menjadi dasar pembelaan bagi polisi. Namun tetap saja, faktor pokoknya adalah lemahnya kesadaran hukum warga di satu pihak. Dan ketegasan aparat menegakan hukum di pihak lain. Hal ini adalah pekerjaan rumah bagi kita semua.
Namun telah di sebutkan Dalam Undang-undang No.39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dijelaskan dalam pasal 3 ayat 2 yang berbunyi " setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan perlakuan hukum yang adil serta mendapat kepastian hukum dan perlakuan yang sama di depan hukum" Juga dalam pasal 33 ayat 1 nya yang berbunyi " setiap orang berhak untuk  bebas dari penyiksaan, penghukuman atau perlakuan yang kejam, tidak manusiawi, merendahkan derajat dan martabat kemanusiaannya". Dalam pasal tersebut mengundang unsur bahwa setiap orang berhak mendapat perlakuan hukum yang adil, perlindungan hukum, mendapat perlakuan yang sama di8 depan hukum, bebas dari penyiksaan dan perlakuan yang tidak manusiawi, artinya mau koruptor, pencuri sandal atau pemerkosa mereka punya hak untuk diadili dengan tata cara yang sama sebagaimana diatur oleh KUHAP (kitab undang-undang hukum acara pidana), jangan malah yang terjadi bahwa penjemputan kortuptor dikawal oleh polisi sedangkan maling sandal di kawal warga setempat sambil dipukuli dan ditelanjangi. Memang sudah nasib kalau rakyat kecil yang diperlakukan layaknya binatang sudah menjadi hal yang lumrah, bandingkan jika pejabat pemerintah yang melakukan tindak pidan lalu di telanjangi, apa reaksi yang akan terjadi ?
Disinilah tugas kita bersama dalam memanusiakan manusia seharusnya perlu tingkat kesadaran warga yang tinggi ketika pelaku kejahatan yang tertangkap tangan agar diberikan diberikan kepenegak hukum dan penegakan hukum harus cepat tanggap guna memberikan efek jera kepada pelaku tindak kejahatan agar kejadian yang sama tidak terulang sehingga negara ini lebih patuh terhadap hukumnya sendiri. 
Banyaknya kasus kekerasa dan main hakim sendiri menunjukan lemahnya penyelesaian masalah oleh pemerintah. Maraknya kasus kekerasan juga semakin menurunkan kepercayaan publik dalam konteks hukum dan keamanan nasional. Pemerintah dan masyarakat diminta tak membiarkan pola main hakim sendiri terus berlanjut, karena jika terus akan dibiarkan maka akan berlaku hukum rimba, dimana yang kuatmemangsa yang lemah. Sikap main hakim sendiri berkorelasi dengan rendahnya munu penegakan hukum.
Bagaimana masyarakat tidak resah, marah, dan frustrasi, karena pemerintah dan aparat penegak hukum seolah-olah tidak mampu menyentuh kejahatan-kejahatan separti itu. Hukum cenderung berpihak kepada penguasa, elite, dan kelompok tertentu, terhegemoni oleh lingkaran mafia. Disisi lain penguasa, pejabat, dan elite serta anak cucunya seakan-akan kebal hukum.
Banyaknya pelaku kejahatan yang lolos dari jerat hukum dan sebagainya. Lemahnya penegakan hukum terlihat dari banyaknya kasus main hakim sendiri. Tak bisa dipungkiri bahwa apa yang terjadi dimasyarakat saat ini adalah cerminan dari hippermoralitas, merupakan suatu keadaan atau situasi dimana anggota masyarakat tidak bisa menentukan mana yang baik atau yang buruk. " Yang jelek dianggap benar kadang yang benar dianggap jelek. Semua serba abu-abu. hal ini membuat masyarakat yang menghakimi pencuri, pencopet atau penjambret menjadi seolah-olah merupakan tindakan yang benar. Padahal memukul hingga luka parah bahkan meninggal secara hukum dan moral tetap saja salah. Karena sama saja kita tidak jauh beda dengan mereka, selain itu formalisme tersebut terjadi juga karena dampak reformasi yang sudah berlebihan. "Dimana orang menjadi bebas melakukan sesuatu tanpa ada batasannya., padahal kebebasan itu pasti ada batasanya. Aparat pemerintah yang semakin tidak berwibawa dikalangan masyarakat. Bahkan aturan yang ada menjadi tidak berfungsi mencegah tindakan main hakim sendiri , main hakim sendiri tidak boleh terjadi di indonesia yang katanya di kenal sebagai masyarakat yang beradab dan bermoral. Perlu ada kesadarann baik dari masyarakat maupun pemerintah, terutama aparat penegak hukum.
Pejabat pemerintah baik pusat maupun daerah harus lebih tanggap untuk mengantisipasi masalah tersebut, harus ada kerja sama antara tokoh-tokoh masyarakat, tokoh agama, aparat pemerintah kepolisian, Lembaga Swadaya Masyarakat dan lainnya. Tokoh-tokoh masyarakat tersebut harus mensosialisasikan kepada masyarakat bahwa tindakan kekerasan dalam hal apapun tidak diperbolehkan., selain itu perlu ada keseragaman langkah dengan masyarakat antara lain :
1. Pererat komunikasi antar penegak hukum dengan masyarakat. Beri kesadaran akan pentingnya penegak hukum bagi keamanan masyarakat. Intensitas komunikasi antara penegak hukum dengan masyarakat akan meningkatkan citra dan kepercayaan masyarakat terhadap penegak hukum di negeri ini. 
2. Penegakan hukum yang tegas dan transparan. Penegakan hukum yang jelas atau sesuai dengan standar hukum yang berlaku akan memberikan kepuasan kepada masyarakat terhadap pelayanan yang diberikan para penegak hukum. 
Semoga ini bisa menjadi pemicu agar masyarakat tidak lagi menyelesaikan segala persoalan dengan main hakin sendiri. Masih terjadinya sejumlah aksi kekerasan seharusnya dapat dicegah apabila tingkat kesadaran hukum masyarakat tiggi yang tentu harus dibarengi dengan ketegasan aparat penegak hukum. Demikian pula tugas pemimpin, yang akan membuat nyaman petugas penegak hukum yang dalam bertindak. Agar hukum dipercaya masyarakat, pemerintah dituntut serius membangun dan menguatkan sistem hukum yang berfungsi sesuai treknya , tidak ada diskriminasi terhadap siapa pun yang berurusan dengan hukum.
Kita menunggun komitmen penguasa dan elite untuk bertindak konkret sedikit bicara banyak kerja. Rakyat berharap hukum bukan sekedar produk politik untuk melindungi kepentingan tertentu, melainkan yang berkeadilan, melindungi semua orang dan golongan tanpa diskriminasi. Kita tentunya tidak berharap negara yang kita citai Indonesia hancur begitu saja, kita tentunya tidak mengharapkan negeri ini berada diujung kehancuran, dimana hukum tidak dianggap, hukum rimba berlaku dan merajalela, yang kuat menindas yang lemah, sehingga akhirnya kita menjadi homo homini lupus (manusia serigala) yang saling memangsa yang satu dengan yang lainya. Tapi satu hal yang pasti, kalu kita semua tidak ada yang melakukan sesuatu apapun itu, baik itu dengan cara halus maupun kasar dan sadar diri maupun disadari orang lain , maka tinggal tunggu waktu negara ini hancur dengan sendirinya. Sudah saatnya semua elemen berkomitmen untuk menyelamatkan negeri ini dari ujung kehancuran.



Sulitnya Perdamaian antara Supporter Persija dan Persib

Sulitnya Perdamaian antara Suporter Persija dan Persib
(Analisis pemuda dan sosialisasi)
Persepakbolaan di Indonesia memiliki aset yang sangat besar dan mempunyai potensi yang tinggi demi memajukan negara lewat cabang olahraga sepakbola. Namun demikian, hal ini jauh dari harapan bangsa dan masyarakat Indonesia karena banyak sekali skandal-skandal yang terjadi di internal kepengurusan sepakbola di negeri ini serta kurang remajanya pendukung antar klub yang selalu bergesekan bila ada pertandingan, gesekan fisik maupun non fisik seperti terjadinya keributan sebelum atau sesudah pertandingan itu berlangsung hingga sampai ada korban luka-luka maupun meninggal dunia. Seperti halnya yang kita ketahui pendukung persija jakarta dan persib bandung dengan sebutan yang kita kenal the Jak Mania dan Viking dari dahulu hingga kini mereka saling berseteru dan sangat sulit untuk di damaikan. Perseteruan ini banyak yang tidak tahu dan bertanya, bagaimana sebenarnya permusuhan the Jak dengan Viking bermula. Mengapa timbul rasa benci dalam benak masing-masing dari mereka. Hingga kini, keduanya masih saja berseteru. Bahkan semakin meruncing dan sulitnya penegakan hukum dalam menindak tegas para oknum-oknum yang melanggar aturan-aturan yang telah berlaku didalam persepakbolaan karena mungkin terlalu banyaknya oknum yang melanggar aturan tersebut.
Dari generasi ke generasi baik suporter the Jak maupun Viking terdiri dari berbagai kalangan umur. Dari dewasa, remaja sampai anak-anak. Orang tua yang fanatik terhadap klubnya bisa dipastikan anak-anaknya pun akan menjadi suporter sejati seperti orang tuanya. Selain itu, dalam kasus penyerangan antar suporter tak jarang para remaja bahkan anak-anak terlibat didalamnya. Hal inilah yang menyebabkan permusuhan di tularkan dari generasi ke generasi berikutnya dan bertahan sampai sekarang. Kekisruhan pendukung kedua klub ini pun tidak hanya terjadi didalam maupun di luar lapangan saja namun seiring perkembangan jaman lain dulu lain sekarang, dulu belum ada media sosial untuk berinteraksi antar suporternya, walau belum ada pembuktian bahwa media sosial berpengaruh menciptakan atau memperkeruh permusuhan tetapi beberapa ksus terakhir membuat kedua belah pihak berselisih di dunia maya.
Masih pendeknya pemikiran antar kedua pendukung ini mereka menyebutkan bahwa darah dibalas dengan darah, itu yang masih tertancap di jiwa sebagian suporter. Hal yang lumrah bagi seorang manusia yang berempati terhadap kerabat dekatnya, apalagi sesama suporter mereka sudah menganggap keluarga besar. Selain itu, balas membalas selalu terjadi, karena masing-masing pihak merasa harga dirinya sebagai suporter kedua klub terinjak-injak.
Perlunya solusi-solusi khusus untuk mendamaikan kedua pendukung persija dan persib sehingga  persepakbolaan indonesia menjadi nyaman, aman dan tentram seperti halnya persepakbolaan di eropa. Berikut ini adalah solusi untuk mendamaikan the Jak Mania dan Viking demi memajukan persepakbolaan Indonesia :
1. saling menghormati antara suporter Persib Bandung dengan Pesija Jakarta untuk tidak melakukan hal-hal yang dapat menimbulkan kebencian, konflik fisik, maupun tindakan anarkis lainya dengan cara mengendalikan seluruh pendukung demi terwujudnya suasana kondusif dalam setiap pertandingan dalam setiap pertandingan maupun diluar luar pertandingan dimana pun lokasi pertandinga tersebut dilaksanakan khususnya di wilayah Jawa Barat dan DKI Jakarta. 

2. Menghentikan pertikaian antar suporter di setiap pertandinga sepak bola antara Persib Bandung dan Persija Jakarta yang berlangsung di wilayah Jawa Barat maupun DKI Jakarta dan wilayah lainnya.

2. Menghentikan pertikaian antar suporter di setiap pertandingan sepak bola antara Persib Bandung dan Persija Jakarta yang berlangsung di Wilayah Jawa Barat maupun DKI Jakarta dan wilayah lainnya.

3. Melaksanakan tugas bersama-sama antara kedua koordinator lapangan dan suporter dengan aparat keamanan dalam pengamanan kegiatan pertandingan sepak bola antara Persib Bandung dengan Persija Jakarta yang melibatkan pengarahan massa dari kedua belah pihak.

4. Secara proaktif akan membantu aparat keamanan dalam memelihara dan menjaga keamanan serta ketertiban dengan mengoptimalkan koordinasi yang efektif antara suporter Persib dan Persija terkait dalam pertandingan sepak bola baik antara Persib dan Persija maupun dengan kesebelasan lainnya serta kegiatan lainnya.

5. Dengan islah antara suporter Persib dan Persija kita tingkatkan hubungan silaturahmi dan persaudaraan guna meraih prestasi sepak bola.

6. Menaati seluruh ketentuan hukum dan perundang-undangan yang berlaku, diantaranya mematuhi ketertiban lalu lintas, apabila terjadi pelanggaran, tindak pidana yang harus diselesaikan sesuai dengan prosedur hukum, tidak akan mencampuri, mengintervensi yang dapat menggangu proses penyidikan, penuntutan, dan persidangan.

Memang tidak seperti membalikan telapak tanga untuk membuat seluruh suporter the Jak dan Viking berdamai seutuhnya. Perlu dicarikan solusi yang tepat baik dari pihak suporter, manajemen klub, kepolisian, dan masyarakat, sudah seharusnya persepakbolaan Indonesia terbang dan mendunia dan mementingkan perdamain dari seluruh suporter , persaingan secara sehat harus di kepedankan bukanlah kekerasan yang dipakai tetapi pemikiran yang cerdas dalam mendukung klub sepak bola di negeri ini. Wahai para oktum kedua belah pihak, sadarlah bahwa perbuatan anda hanya berdampak negatif dan tidak ada manfaatnya.



Sabtu, 14 November 2015

Peran Keluarga Dalam Pembentukan Individu Dalam Peranan Sebagai Anggota Masyarakat

Peran Keluarga Dalam Pembentukan Individu Dalam Peranan Sebagai Anggota Masyarakat
(analisis individu, keluarga, dan masyarakat)

            Anak merupakan aset yang menentukan kelangsungan hidup, kualitas dan kejayaan suatu bangsa di masa mendatang. Oleh karena itu anak perlu dikondisikan agar dapat tumbuh dan berkembang secara optimal dan dididik sebaik mungkin agar di masa depan dapat menjadi generasi penerus yang berkarakter serta berkepribadian baik.
            Keluarga adalah lingkungan yang pertama dan utama dikenal oleh anak. Karenanya keluarga sering dikatakan sebagai primary group. Alasannya, institusi terkecil dalam masyarakat ini telah mempengaruhi perkembangan individu anggota-anggotanya, termasuk sang anak. Kelompok inilah yang melahirkan individu dengan berbagai bentuk kepribadiannya di masyarakat. Oleh karena itu tidaklah dapat dipungkiri bahwa sebenarnya keluarga mempunyai fungsi yang tidak hanya terbatas sebagai penerus keturunan saja. Mengingat banyak hal-hal mengenai kepribadian seseorang yang dapat dirunut dari keluarga. Akibat pengaruh globalisasi yang makin menguat di setiap aspek kehidupan, banyak bangsa-bangsa di dunia yang tidak berkarakter kehilangan jati dirinya. Tanpa di sadari budaya telah mengalami pergeseran (akulturasi). Semula batas budaya barat dan timur terlihat jelas, namun sekarang ini yang terjadi budaya luar secara permisif berbaur dengan budaya lokal. Kondisi yang demikian menjadi berbahaya tatkala budaya buruk dari luar ditelan mentah-mentah oleh anak-anak dalam sebuah keluarga. Seperti budaya kekerasan, minum minuman keras, penyalahgunaan narkoba atau seks bebas. Disinilah peran orang tua ditantang untuk mampu mengembalikan karakter anak dalam kapasitas agar anak dapat tumbuh dan berkembang sebaik-baiknya.

            Pertumbuhan dan perkembangan anak secara prinsip dapat dibagi dalam 4 periode, yaitu masa balita, pra sekolah, masa pertengahan kanak-kanak dan masa renaja. Periode penting dalam tumbuh kembang anak adalah masa balita, karena pada masa ini terjadi pertumnuhan dan perkembangan dasar yang akan memperngaruhi perkembangan selanjutnya. Pertumbuhan anak ditunjukkan dengan bertambahnya tinggi dan berat badan, lingkar kepala, lingkar lengan atas, lingkar dada, dan sebagainya. Pertumbuhan anak ditunjukkan dengan faktor gizi dan nutrisi. Sementara perkembangan anak ditunjukkan dengan perkembangan psikomotor, perkembangan mental dan intelektual, perkembangan sosial, kemampuan komunikasi, perilaku dan perkembangan seksual. Perkembangan anak ini akan dipengaruhi oleh faktor bawaan dan lingkungan. Faktor bawaan (genetik) merupakan faktor yang dibawa anak sejak lahir. Faktor bawaan ini merupakan modal dasar dalam mencapai hasil akhir proses tumbuh kembang anak. Potensi bawaan yang bermutu bila dapat berinteraksi dengan lingkungan secara positif akan diperoleh hasil akhir yang optimal. Sementara faktor lingkungan merupakan faktor diluar individu. Lingkungan ini merupakan lingkungan bio-fisika-psiko-sosial yang mempengaruhi individu setiap hari, mulai dari konsepsi sampai akhir hayatnya. Secara garis besar faktor lingkungan ini dibagi menjadi dua yaitu : (1) Lingkungan anak sebelum anak lahir, misalnya gizi ibu, obat-obatan, penyakit ibu, stress, posisi janin, gangguan hormon, radiasi, infeksi dan sebagainya; (2) Posisi setelah anak lahir, misalnya gizi anak, penyakit-penyakit, gangguan hormon, perumahan, kebersihan, stimulasi, stress, kasih sayang, stabilitas rumah tangga dan adat istiadat. Hal ini menunjukkan bahwa usia 4 tahun pertama adalah masa-masa paling menentukan dalam membangun kecerdasan anak dibanding masa-masa sesudahnya. Artinya bila pada usia tersebut tidak mendapat rangsangan yang maksimal maka potensi tumbuh kembang anak tidak akan teraktualisasikan secara optimal. Disamping itu bukan tidak mungkin bila pada masa ini anak tidak dapat mengalami gangguan perkembangan emosi, sosial, mental, intelektual dan moral sangat menentukan karakter cara bersikap dan pola perilakunya.

              Membicarakan kelangsungan hidup dimuka bumi ini adalah membicarakan manusia, karena manusia merupakan makhluk paling dominan dalam kehidupan dan lebih khusus untuk kelangsungan hidup masa dengan tergantung pada anak sebagai generasi penerus. Anak merupakan bagian dari generasi muda, penerus cita-cita dan perjuangan bangsa. Disamping itu anak merupakan sumber daya manusia yang perlu mendapatkan perhatian dan perlindungan dari berbagai ancaman dan gangguan agar supaya hak-haknya tidak terabaikan. Sekarang ini Indonesia sudah mempunyai UU No. 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak yang didalamnya memuat 4 hak dasar anak yaitu:
1. Hak untuk memperoleh keberlangsungan hidup
2. Hak untuk tumbuh dan berkembang
3. Hak untuk berpartisipasi
4. Hak untuk memperoleh perlindungan
Secara lebih terinci ada sebelas hak yang dimiliki oleh anak antara lain : (1) hak untuk didaftar sejak kelahirannya, hak atas nama, memperoleh kewarganegaraan dan sejauh mungkin mengetahui dan dipelihara oleh orang tuanya ; (2) hak mempertahankan identitas ; (3) hak tidak dipisahkan dengan orang tua ; (4) hak berhubungan dengan orang tua ; (5) hak menyatakan pendapat, kemerdekaan berpikir, beragama ; (6) hak kemerdekaan berserikat dan berkumpul ; (7) hak memperoleh bantuan khusus dari negara bagi anak yang kehilangan lingkungan keluarga ; (8) hak menikmati norma kesehatan tertinggi dan hak memperoleh pendidikan ;(9) hak memperoleh pemeliharaan, perawatan serta perlindungan ; (10) hak untuk beristirahat, bersantai, bermain dan hak untuk turut serta dalam kegiatan r ekreasi dan ; (11) hak untuk dilindungi dari eksploitasi ekonomi, eksploitasi seksual dan kegiatan yang bersifat pornografis serta pemakaian narkoba.
                Hak-hak anak tersebut perlu diwujudkan agar tumbuh kembang anak dapat berlangsung optimal. Dengan adannya hak-hak tersebut sudah barang tentu menjadi kewajiban keluarga, masyarakat dan bangsa (termasuk didalamnya institusi pendidikan) untuk memenuhinya. Sesungguhnya tidak dapat hanya disandarkan pada institusi pendidikan semata. Peran masyarakat luas, keluarga besar, pemerintah, swasta, dunia bisnis hingga orang tua sendiri perlu dimaksimalkan. Mendasarkan pada hak dasar anak maka hak yang paling sering diabaikan adalah hak partisipasi anak dalam menentukan arah perkembangan dirinya. Orang dewasa, guru, orang tua, pendidik seringh kali merasa lebih berhak menentukan apa yang terbaik bagi anak tanpa mempertimbangkan basis karakter anak. Sehingga yang terjadi kemudian amat banyak orang tua yang “Gagal” didik sejak kecil itu, melahirkan anak-anak yang “Gagal” seperti dirinya.


            Membangun karakter berarti mendidik. Untuk berpikir tentang pendidikan dapat kita mudahkan dengan membuat analogi sebagaimana seorang petani yang hendak bertanam di ladang. Anak yang akan dididik dapat diibaratkan sebagai tanah, isi pendidiklah sebagai bibit atau benih yang hendak ditaburkan, sedangkan pendidik diibaratkan sebagai petani. Untuk mendapatkan tanaman yang bagus, seorang petani harus jeli menentukan jenis dan kondisi lahan, kemudian menentukan jenis bibit yang tepat, serta cara yang tepat, setelah mempertimbangkan saat yang tepat pula untuk menaburkan bibit. Setelah selesai menabur, petani tidak boleh diam, tetapi harus memelihara, danmerawatnya jangan sampai kena hama pengganggu.
            Membangun karakter anak, yang tidak lain adalah mendidik kejiwaan anak, tidak semudah dan sesederhana menanam bibit. Anak adalah aset keluarga, yang sekaligus aset bagsa. Membesarkan fisik anak, masih dapat dikatakan jauh lebih mudah dengan mendidik ajiwa karena pertumbuhanya dapat dengan langsung diamati, sedangkan perkembangan jiwa hanya diamati melalui pantulannya. Karakter atau watak seseorang dapat diamati dalam dua hal, yaitu sikap (attitude) dan perilaku (behavior). Jadi sikap sesorang termasuk anak-anak, tidak dapat diketahui apabila tidak ada rangsangan dari luar. Rangsangan itu sendiri dipengaruhi oleh beberapa faktor anatara lain cara menyampaikan, waktu terjadinya, pemberian rangsangan dan cara memberikan rangsangan. Dengan demikian maka pemebntukan sikap yang selanjutnya merupakan pembetuk karekter atau watak anak, juga sangat tergantung dari rangsangan pendidikan yang diberikan oleh pendidik.
Banyaknya anak yang terlibat dalam tindak kenakalan nak baik berupa tindak kekerasan, penipuan, pemerkosaan/pelecehan seksual, pencurian, perampokan hingga pembunuhan serta tindakan/ perilaku yang negatif lainnya seperti mabuk-mabukan, merokok atau menyalahgunakan narkoba, merupakan salah satu bentuk gagalnya pendidikan terhadap anak.
            Era globalisasi memang telah mengubah segalanya. Beratnya persaingan hidup telah menyebabkan orang lupa memperhatikan kebutuhn anak karena sibuk mencari nafkah. Sementara perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah menyebabkan budaya luar baik atau buruk mengalir bagitu derasnya. Dampaknya bila tidak ada pengawasan dan bimbingan yang cukup buruk dari luar. Oleh karenanya, sejak dini pada anak perlu ditanamkan nailai-nilai moral sebagai pengatur sikap dan perilaku individu dalam melakukan interaksi sosial di lingkungan keluarga, masyarakat maupun bangsa.
Terdapat tiga teori perkembangan yang diyakini menentukan hasil jadi seorang anak. Pertama, teori tabula rasa, yakni teori yang menyatakan bahwa hasil jadi seorang anak sangat ditentukan seperti apa dia dididik. Teori ini mengibaratkan anak sebagai kertas putih yang kosong, tergantung siapa yang menulis dan melukisnya. Menulis dengan rapi atau dengan mencoret-coret bahkan diremas hingga kumal. Semua tergantung yang memegang kandali atas kertas putih tersebut.
            Kedua, teori genotype, yang menyatakan bahwa hasil akhir seorang anak sangat ditentukan oleh gen (sifat, karakter, biologis) orang tuanya. Pepatah sering mendukung teori ini dengan perumpamanaan : air hujan mengalir tak jauh dari atapnya. Sifat kareakter, hingga yang lebih ekstrim lagi nasib anak-anak dianggap tidak akan jauh dari situasi orang tuanya. Penganut paham ini sangat kenatar jika sampai pada keputusan menentukan jodoh anak-anaknya. Orang tuanya cocok, maka hubungan anaknya boleh berlanjut, namun jika tidak cocok maka biasanya orang tua tidak akan memberi restu hubungan anaknya.
Ketiga, teori gabungan yang menggabungkan 2 karakter di atas di tambah denagn faktor mileu (lingkungan ). Teori ini banyak dipakai oleh para psikolog maupun pengembang pendidikan. Teori ini meyakini bahwa hasil akhir seorang anak ditentukan oleh tiga hal: faktor orang tua, faktor pendidkan dan faktor lingkungan. Banyak faktor lingkungan yakni dengan siapa dia bergaul, bergaul, pengaruh orang-orang dekat, paling diyakini sangat efektif mempengaruhi perkembangan anak
Membangun karakter anak dengan demikian dibutuhkan upaya serius dari berbagai pihak terutama keluarga untuk mengkondidikan ketiga faktor di atas agar kondusif untuk tumbuh kembang anak. Pendidikan karakter pada anak harus siarahkan agar anak memiliki jiwa mandiri, bertanggung jawab dan mengenal sejak dini untuk dapat membedakan hal yang baik dan buruk, benar-salah, hak-batil, angkara murka-bijaksana, perilaku hewani dan manusiawi.

            Anak adalah individu yang unik. Banyak yang menagatkan bahwa anak adalah miniatur dari orang dewasa. Padahal mereka betulbetul unik. Mereka belum banyak memiliki sejarah masa lal. Pengalaman mereka sangat terbatas.
Di sinilah peran orang tua yang memiliki pengalaman hidup lebih banyak sangat dibutuhkan membimbing dan mendidik anaknya. Apabila dikaitkan dengan hak-hak anak, tugas dan tanggung jawab orang tua antara lain :
1. Sejak dilahirkan mengasuh dengan kasih sayang.
2. Memelihara kesehatan anak.
3. Memberi alat-alat permainan dan kesempatan bermain.
4. Menyekolahkan anak sesuia dengan keinginan anak.
5. Memberikan pendidikan dalam keluarga, sopan santun, sosial, mental dan juga pendidikan keagamaan serta melindungi tindak kekerasan dari luar.
6. Memberikan kesempatan anak untuk mengembangkan dan berpendapat sesuai dengan usia anak.
Atas dasar itu orang tua yang bijaksana ankan mengajak anak sejak dini untuk berinteraksi denagn lingkungan sekitar. Saat itulah pendidikan karakter diberikan. Mengenal anak akan perbedaan di selilingnya dan diliatkan dalam tanggung jawab hidup sehari-hari, merupakan sarana anak untuk belajar menghargai perbedaan di sekelilingnya dan mengembangkan karakter di tengah berkembangnya masyarakat. Pada tahap ini orang tua dapat mengajarkan niali-nilai universal seperti cara menghargai orang lain, berbuat adil pada diri sendiri dan orang lain, bersedia memanfaatkan orang lain.
Bapak ibu sebagai orang tua anak, adalah contph keteladanan dan perilaku bagi anak. Oleh karena itu orang tua harus berperilaku baik, saling asih, asah dan asuh. Ibu yang secara emosional dan kejiwaan lebih dekat dengan anaknya harus mampu menjadi teladan yang baik bagi anak-anaknya baik dalam bertutur kata, bersikap maupun bertindak. Peran ibu dalam pembentukan karakter ini demikian besar, sehingga ada pepatah yang mengatakan bahwa “Wanita adalah tiang negara. Manakala wanitanya baik maka baiklah negara. Manakala wanitanya rusak, maka rusaklah negara”.
            Sementara itu sang bapak sebagai kepala keluarga juga harus mampu menajdi teladan yang baik. Karena ayah yang terlibat hubungan dengan anaknya sejak awal akan mempengaruhi perkembangan kognitif, motorik, kemampuan, menolong diri sendiri, bahkan meningkatkan kemampuan yang lebih baik dari anak lain. Kedekatan dengan ayah tentunya juga akan mempengaruhi pembentukan karakter anak.
Begitu besarnya peran orang tua dalam pembentukan karakter dan tumbuh kembang anak, sudah sewajarnya apabila orang tua perlu menerapkan pola asuh yang seimbang (authoritative) pada anak, bukan pola asuh yang otoriter atau serba membolehkan (permissive).
            Pola asuh yang seimbang (authoritative) akan selalu menghargai individualitas akan tetapi juga menekankan perlunya aturan dan pengaturan. Mereka dangat percaya diri dalam melakukan pengasuhan tetapi meraka sepenuhnya mengahrgai keputusan yang diambil anak, minat dan pendapat serta perbedaan kepribadiannya. Orang tua dengan pola asuh model ini, penuh dengan cinta kasih, mudah memerinci tetapi menuntut tingkah laku yang baik. Tegas dalam menjaga aturan bersedia memberi hukuman ringan tetapi dalam situasi hangat dan hubungan saling mendukung. Mereka menjelaskan semua tindakan dan hukuman yang mereka lakukan dan minta pendapat anak.
            Anak dari orang tua yang demikian akan merasa tenang dan nyaman. Mereka akan menajdi paham kalau mereka disayangi tetapi sekaligus mengerti terhadap apa yang diharapkan dari orang tua. Jadi anak sejak pra sekolah akan menunjukkan sikap lebih mandiri, mampu mengontrol dirinya, biasa bersikap tegas dan suka eksplorasi. Kondisi yeng demikian itu tidak akan didapatkan anak bila orang tuanya menerapkan pola asuh otoriter atau permisif. Karena anak-anak di bawah asuhan otoriter akan menjadi pendiam, Penakut dan tidak percaya pada diri mereka sendiri. Sementara anak-anak yang diasuh dengan model permisif akan menajdi anak yang tidak mengenal aturan dan norma serta idak memiliki rasa tanggung jawab.
            Dengan berkaca pada kondisi saat ini, sudah saatnya orang tua sekarang mengambil peran lebih untuk mengembangkan karakter dan memberi kesempatan untuk tumbuh dan berkembang secara optimal agar anak menjadi manusia berkualitas.

Keluarga adalah lingkungan yang pertama dan utama dikenal oleh anak, jadi dalam lingkungan keluargalah watak dan kepribadian anak akan dibentuk yang sekaligus akan mempengaruhi perkembangannya di masa depan.
Di mata anak, orang tu (ayah ibu) adalah figur atau contoh yang akan selalu ditiru oleh anak-anaknya. Oleh sebab itu, ayah ibu harus mampu memberi contoh yang baik pada anak-anaknya, memberi pengasuhan yang benar serta mencukupi kebutuhan-kebutuhannya dalam batasan yang wajar.
Dengan memainkan peranan yang benar dalam mendidik dan mengasuh anak, anak akan tumbuh dan berkembang secara optimal. Dan yang tidak kalah pentingnya, anak akan tumbuh menjadi anak yang berkarakter tidak mudah larut oleh budaya buruk dari luar serta menjadi anak yang berkepribadian baik sebagai aset generasi penerus bangsa di masa depan.
Peran orang tua sangat lah pentinng dalam membentuk kepribadian seorang anak, karena dari didikan orangtua lah yang membuat kita bisa menjadi seperti ini. Orang tua juga sangatlah penting dalam membentuk pondasi dari kepribadian seorang anak, saya sebagai seorang anak pun sangatlah merasakan peranan dari orang tuadalam membentuk kepribadian diri saya, apa saja yang saya lakukan baik sikap maupun kepribadian saya, sedikit banyak mengikuti sifat dari orangtua saya, terutama hal yang sangat mereka tekankanpada saya, sejak saya kecil hingga sekarang ini.

Sejak kecil, orang tua saya sudah menanamkan nilai-nilai moral, keagamaan, tata krama, sopan santun, dan lain-lain. Di dalam materi kali ini saya akan menceritakan beberapa hal  peranan orang tua yang saya rasakan selama ini.
Peran orangtua untuk mengajarkan keagamaan, mungkin inilah yang sangat penting yang di tekankan oleh orang tua saya, karena kedua orang tua saya penganut agama islam, jadi erat bersandar pada al-quran dan sunnah rasulullah. Segala sesuatu yang saya lakukan selalu di ingatkan orang tua saya agar tidak melenceng dari isi al-quran sebagai pedoman hidup saya, dan segala sesuatu yang saya lakukan selalu di ajarkan untuk meniru sikap dan sifat rasulullah saw, karena orang tua saya beranggapan bahwa sebagai seorang muslimin dan mukminin, bukan hanya menjalankan kewajiban saya sebagai seorang mukmin dan muslimin,dan menjauhi segala larangan Allah SWT. Tapi lebih dari itu, bagi  orangtua saya, saya harus meneladani dan mengikuti apa yang di ajarkan rasulullah, karena rasulullah merupakan contoh tauladan bagi para umatnya. Dan saya yakin apabila saya meneladani dan mengamalkan sikap dan sifat rasulullah, baik dalam beribadah maupun dalam melakukan aktifitas sehari-hari, mungkin kita semua akan menjadi pribadi yang sidik, amanah, tabligh, dan fatonah apa bila hidup kita dilandasi dengan agama dan meneladani rasululah. Dan mungkin generasi bangsai ini akan menjadi generasi bangsa yang sangat baik, dan apabila sikap dan contoh dari rasululah di jadikan pondasi dalam hidup seseorang mungkin tidak ada lagi korupsi, pencurian dan pembunuhan di negeri ini, dan saya yakin negeri ini akan menjadi negeri yang sangat damai.
Peran orangtua pun saya rasakan sewaktu orangtua saya mengajarkan tata cara bersosialisasi, baik dalam bergaul terhadap sesama, dengan yang lebih muda, maupun dengan yang lebih tua, mereka pun mengajarkanbagaimana sikap dan perbuatan kita terhadap sebaya, atau yang lebih muda maupun yang lebih tua. Dan hal tersebut menjadi suatu bekal bagi saya dalam bersosialisasi di masyarakat.
 Orang tua saya pun mengajarkan kepada saya untuk selalu hemat dan tidak menghambur-hamburkan sesuatu, baik dalam bentuk uang, energi, barang, sumber daya alam, maupun yang lainnya, karena itu adalah sifat setan. hal tersebut sangat lah bermanfaat bagi saya, dan saya selalu ingat untuk tidak menghampur-hamburkan atau pun hura-hura, dan saya juga di ajarkan untuk berbagi kepada orang yang membutuhkan, karena rasulullah pun mengajarkan hal tersebut,
Kesimpulan yang bisa saya ambil dari materi kali ini adalah, seseorang memiliki sifat dan karakter berdasarkan didikannya dan pondasi yang di derikan oleh orang tuanya masing-masing. Dan tergantung bagai mana cara orang tua mereka mengarahkan anaknya. Dan agar generasi penerus bangsa ini, menjadi lebih baik, harus di mulai dari orangtua yang cerdas, dan memiliki pengetahuan yang luas, memiliki nilai moral, dan senantiasa selalu berpedoman kepada al-quran dan sunnah rasulullah. Sehingga generasi yang akan datang menjadi generasi yang dapat memimpin negeri ini dengan baik.


SUMBER :