Peran Keluarga Dalam Pembentukan Individu Dalam Peranan Sebagai
Anggota Masyarakat
Anak
merupakan aset yang menentukan kelangsungan hidup, kualitas dan kejayaan suatu
bangsa di masa mendatang. Oleh karena itu anak perlu dikondisikan agar dapat
tumbuh dan berkembang secara optimal dan dididik sebaik mungkin agar di masa
depan dapat menjadi generasi penerus yang berkarakter serta berkepribadian
baik.
Keluarga
adalah lingkungan yang pertama dan utama dikenal oleh anak. Karenanya keluarga
sering dikatakan sebagai primary group. Alasannya, institusi terkecil dalam
masyarakat ini telah mempengaruhi perkembangan individu anggota-anggotanya,
termasuk sang anak. Kelompok inilah yang melahirkan individu dengan berbagai
bentuk kepribadiannya di masyarakat. Oleh karena itu tidaklah dapat dipungkiri
bahwa sebenarnya keluarga mempunyai fungsi yang tidak hanya terbatas sebagai
penerus keturunan saja. Mengingat banyak hal-hal mengenai kepribadian seseorang
yang dapat dirunut dari keluarga. Akibat pengaruh globalisasi yang makin
menguat di setiap aspek kehidupan, banyak bangsa-bangsa di dunia yang tidak
berkarakter kehilangan jati dirinya. Tanpa di sadari budaya telah mengalami
pergeseran (akulturasi). Semula batas budaya barat dan timur terlihat jelas,
namun sekarang ini yang terjadi budaya luar secara permisif berbaur dengan
budaya lokal. Kondisi yang demikian menjadi berbahaya tatkala budaya buruk dari
luar ditelan mentah-mentah oleh anak-anak dalam sebuah keluarga. Seperti budaya
kekerasan, minum minuman keras, penyalahgunaan narkoba atau seks bebas.
Disinilah peran orang tua ditantang untuk mampu mengembalikan karakter anak
dalam kapasitas agar anak dapat tumbuh dan berkembang sebaik-baiknya.
Pertumbuhan
dan perkembangan anak secara prinsip dapat dibagi dalam 4 periode, yaitu masa
balita, pra sekolah, masa pertengahan kanak-kanak dan masa renaja. Periode
penting dalam tumbuh kembang anak adalah masa balita, karena pada masa ini
terjadi pertumnuhan dan perkembangan dasar yang akan memperngaruhi perkembangan
selanjutnya. Pertumbuhan anak ditunjukkan dengan bertambahnya tinggi dan berat
badan, lingkar kepala, lingkar lengan atas, lingkar dada, dan sebagainya.
Pertumbuhan anak ditunjukkan dengan faktor gizi dan nutrisi. Sementara perkembangan
anak ditunjukkan dengan perkembangan psikomotor, perkembangan mental dan
intelektual, perkembangan sosial, kemampuan komunikasi, perilaku dan
perkembangan seksual. Perkembangan anak ini akan dipengaruhi oleh faktor bawaan
dan lingkungan. Faktor bawaan (genetik) merupakan faktor yang dibawa anak sejak
lahir. Faktor bawaan ini merupakan modal dasar dalam mencapai hasil akhir
proses tumbuh kembang anak. Potensi bawaan yang bermutu bila dapat berinteraksi
dengan lingkungan secara positif akan diperoleh hasil akhir yang optimal.
Sementara faktor lingkungan merupakan faktor diluar individu. Lingkungan ini
merupakan lingkungan bio-fisika-psiko-sosial yang mempengaruhi individu setiap
hari, mulai dari konsepsi sampai akhir hayatnya. Secara garis besar faktor lingkungan
ini dibagi menjadi dua yaitu : (1) Lingkungan anak sebelum anak lahir, misalnya
gizi ibu, obat-obatan, penyakit ibu, stress, posisi janin, gangguan hormon,
radiasi, infeksi dan sebagainya; (2) Posisi setelah anak lahir, misalnya gizi
anak, penyakit-penyakit, gangguan hormon, perumahan, kebersihan, stimulasi,
stress, kasih sayang, stabilitas rumah tangga dan adat istiadat. Hal ini
menunjukkan bahwa usia 4 tahun pertama adalah masa-masa paling menentukan dalam
membangun kecerdasan anak dibanding masa-masa sesudahnya. Artinya bila pada
usia tersebut tidak mendapat rangsangan yang maksimal maka potensi tumbuh
kembang anak tidak akan teraktualisasikan secara optimal. Disamping itu bukan
tidak mungkin bila pada masa ini anak tidak dapat mengalami gangguan
perkembangan emosi, sosial, mental, intelektual dan moral sangat menentukan
karakter cara bersikap dan pola perilakunya.
Membicarakan kelangsungan
hidup dimuka bumi ini adalah membicarakan manusia, karena manusia merupakan
makhluk paling dominan dalam kehidupan dan lebih khusus untuk kelangsungan
hidup masa dengan tergantung pada anak sebagai generasi penerus. Anak merupakan
bagian dari generasi muda, penerus cita-cita dan perjuangan bangsa. Disamping
itu anak merupakan sumber daya manusia yang perlu mendapatkan perhatian dan
perlindungan dari berbagai ancaman dan gangguan agar supaya hak-haknya tidak
terabaikan. Sekarang ini Indonesia sudah mempunyai UU No. 23 Tahun 2002 tentang
perlindungan anak yang didalamnya memuat 4 hak dasar anak yaitu:
1. Hak untuk memperoleh keberlangsungan hidup
2. Hak untuk tumbuh dan berkembang
3. Hak untuk berpartisipasi
4. Hak untuk memperoleh perlindungan
1. Hak untuk memperoleh keberlangsungan hidup
2. Hak untuk tumbuh dan berkembang
3. Hak untuk berpartisipasi
4. Hak untuk memperoleh perlindungan
Secara lebih terinci
ada sebelas hak yang dimiliki oleh anak antara lain : (1) hak untuk didaftar
sejak kelahirannya, hak atas nama, memperoleh kewarganegaraan dan sejauh
mungkin mengetahui dan dipelihara oleh orang tuanya ; (2) hak mempertahankan
identitas ; (3) hak tidak dipisahkan dengan orang tua ; (4) hak berhubungan
dengan orang tua ; (5) hak menyatakan pendapat, kemerdekaan berpikir, beragama
; (6) hak kemerdekaan berserikat dan berkumpul ; (7) hak memperoleh bantuan
khusus dari negara bagi anak yang kehilangan lingkungan keluarga ; (8) hak
menikmati norma kesehatan tertinggi dan hak memperoleh pendidikan ;(9) hak
memperoleh pemeliharaan, perawatan serta perlindungan ; (10) hak untuk
beristirahat, bersantai, bermain dan hak untuk turut serta dalam kegiatan r ekreasi
dan ; (11) hak untuk dilindungi dari eksploitasi ekonomi, eksploitasi seksual
dan kegiatan yang bersifat pornografis serta pemakaian narkoba.
Hak-hak anak tersebut perlu diwujudkan agar tumbuh kembang anak dapat berlangsung optimal. Dengan adannya hak-hak tersebut sudah barang tentu menjadi kewajiban keluarga, masyarakat dan bangsa (termasuk didalamnya institusi pendidikan) untuk memenuhinya. Sesungguhnya tidak dapat hanya disandarkan pada institusi pendidikan semata. Peran masyarakat luas, keluarga besar, pemerintah, swasta, dunia bisnis hingga orang tua sendiri perlu dimaksimalkan. Mendasarkan pada hak dasar anak maka hak yang paling sering diabaikan adalah hak partisipasi anak dalam menentukan arah perkembangan dirinya. Orang dewasa, guru, orang tua, pendidik seringh kali merasa lebih berhak menentukan apa yang terbaik bagi anak tanpa mempertimbangkan basis karakter anak. Sehingga yang terjadi kemudian amat banyak orang tua yang “Gagal” didik sejak kecil itu, melahirkan anak-anak yang “Gagal” seperti dirinya.
Hak-hak anak tersebut perlu diwujudkan agar tumbuh kembang anak dapat berlangsung optimal. Dengan adannya hak-hak tersebut sudah barang tentu menjadi kewajiban keluarga, masyarakat dan bangsa (termasuk didalamnya institusi pendidikan) untuk memenuhinya. Sesungguhnya tidak dapat hanya disandarkan pada institusi pendidikan semata. Peran masyarakat luas, keluarga besar, pemerintah, swasta, dunia bisnis hingga orang tua sendiri perlu dimaksimalkan. Mendasarkan pada hak dasar anak maka hak yang paling sering diabaikan adalah hak partisipasi anak dalam menentukan arah perkembangan dirinya. Orang dewasa, guru, orang tua, pendidik seringh kali merasa lebih berhak menentukan apa yang terbaik bagi anak tanpa mempertimbangkan basis karakter anak. Sehingga yang terjadi kemudian amat banyak orang tua yang “Gagal” didik sejak kecil itu, melahirkan anak-anak yang “Gagal” seperti dirinya.
Membangun
karakter berarti mendidik. Untuk berpikir tentang pendidikan dapat kita
mudahkan dengan membuat analogi sebagaimana seorang petani yang hendak bertanam
di ladang. Anak yang akan dididik dapat diibaratkan sebagai tanah, isi
pendidiklah sebagai bibit atau benih yang hendak ditaburkan, sedangkan pendidik
diibaratkan sebagai petani. Untuk mendapatkan tanaman yang bagus, seorang
petani harus jeli menentukan jenis dan kondisi lahan, kemudian menentukan jenis
bibit yang tepat, serta cara yang tepat, setelah mempertimbangkan saat yang
tepat pula untuk menaburkan bibit. Setelah selesai menabur, petani tidak boleh
diam, tetapi harus memelihara, danmerawatnya jangan sampai kena hama pengganggu.
Membangun karakter anak, yang tidak lain adalah mendidik kejiwaan anak, tidak semudah dan sesederhana menanam bibit. Anak adalah aset keluarga, yang sekaligus aset bagsa. Membesarkan fisik anak, masih dapat dikatakan jauh lebih mudah dengan mendidik ajiwa karena pertumbuhanya dapat dengan langsung diamati, sedangkan perkembangan jiwa hanya diamati melalui pantulannya. Karakter atau watak seseorang dapat diamati dalam dua hal, yaitu sikap (attitude) dan perilaku (behavior). Jadi sikap sesorang termasuk anak-anak, tidak dapat diketahui apabila tidak ada rangsangan dari luar. Rangsangan itu sendiri dipengaruhi oleh beberapa faktor anatara lain cara menyampaikan, waktu terjadinya, pemberian rangsangan dan cara memberikan rangsangan. Dengan demikian maka pemebntukan sikap yang selanjutnya merupakan pembetuk karekter atau watak anak, juga sangat tergantung dari rangsangan pendidikan yang diberikan oleh pendidik.
Banyaknya anak yang terlibat dalam tindak kenakalan nak baik berupa tindak kekerasan, penipuan, pemerkosaan/pelecehan seksual, pencurian, perampokan hingga pembunuhan serta tindakan/ perilaku yang negatif lainnya seperti mabuk-mabukan, merokok atau menyalahgunakan narkoba, merupakan salah satu bentuk gagalnya pendidikan terhadap anak.
Era globalisasi memang telah mengubah segalanya. Beratnya persaingan hidup telah menyebabkan orang lupa memperhatikan kebutuhn anak karena sibuk mencari nafkah. Sementara perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah menyebabkan budaya luar baik atau buruk mengalir bagitu derasnya. Dampaknya bila tidak ada pengawasan dan bimbingan yang cukup buruk dari luar. Oleh karenanya, sejak dini pada anak perlu ditanamkan nailai-nilai moral sebagai pengatur sikap dan perilaku individu dalam melakukan interaksi sosial di lingkungan keluarga, masyarakat maupun bangsa.
Terdapat tiga teori perkembangan yang diyakini menentukan hasil jadi seorang anak. Pertama, teori tabula rasa, yakni teori yang menyatakan bahwa hasil jadi seorang anak sangat ditentukan seperti apa dia dididik. Teori ini mengibaratkan anak sebagai kertas putih yang kosong, tergantung siapa yang menulis dan melukisnya. Menulis dengan rapi atau dengan mencoret-coret bahkan diremas hingga kumal. Semua tergantung yang memegang kandali atas kertas putih tersebut.
Kedua, teori genotype, yang menyatakan bahwa hasil akhir seorang anak sangat ditentukan oleh gen (sifat, karakter, biologis) orang tuanya. Pepatah sering mendukung teori ini dengan perumpamanaan : air hujan mengalir tak jauh dari atapnya. Sifat kareakter, hingga yang lebih ekstrim lagi nasib anak-anak dianggap tidak akan jauh dari situasi orang tuanya. Penganut paham ini sangat kenatar jika sampai pada keputusan menentukan jodoh anak-anaknya. Orang tuanya cocok, maka hubungan anaknya boleh berlanjut, namun jika tidak cocok maka biasanya orang tua tidak akan memberi restu hubungan anaknya.
Ketiga, teori gabungan yang menggabungkan 2 karakter di atas di tambah denagn faktor mileu (lingkungan ). Teori ini banyak dipakai oleh para psikolog maupun pengembang pendidikan. Teori ini meyakini bahwa hasil akhir seorang anak ditentukan oleh tiga hal: faktor orang tua, faktor pendidkan dan faktor lingkungan. Banyak faktor lingkungan yakni dengan siapa dia bergaul, bergaul, pengaruh orang-orang dekat, paling diyakini sangat efektif mempengaruhi perkembangan anak
Membangun karakter anak dengan demikian dibutuhkan upaya serius dari berbagai pihak terutama keluarga untuk mengkondidikan ketiga faktor di atas agar kondusif untuk tumbuh kembang anak. Pendidikan karakter pada anak harus siarahkan agar anak memiliki jiwa mandiri, bertanggung jawab dan mengenal sejak dini untuk dapat membedakan hal yang baik dan buruk, benar-salah, hak-batil, angkara murka-bijaksana, perilaku hewani dan manusiawi.
Membangun karakter anak, yang tidak lain adalah mendidik kejiwaan anak, tidak semudah dan sesederhana menanam bibit. Anak adalah aset keluarga, yang sekaligus aset bagsa. Membesarkan fisik anak, masih dapat dikatakan jauh lebih mudah dengan mendidik ajiwa karena pertumbuhanya dapat dengan langsung diamati, sedangkan perkembangan jiwa hanya diamati melalui pantulannya. Karakter atau watak seseorang dapat diamati dalam dua hal, yaitu sikap (attitude) dan perilaku (behavior). Jadi sikap sesorang termasuk anak-anak, tidak dapat diketahui apabila tidak ada rangsangan dari luar. Rangsangan itu sendiri dipengaruhi oleh beberapa faktor anatara lain cara menyampaikan, waktu terjadinya, pemberian rangsangan dan cara memberikan rangsangan. Dengan demikian maka pemebntukan sikap yang selanjutnya merupakan pembetuk karekter atau watak anak, juga sangat tergantung dari rangsangan pendidikan yang diberikan oleh pendidik.
Banyaknya anak yang terlibat dalam tindak kenakalan nak baik berupa tindak kekerasan, penipuan, pemerkosaan/pelecehan seksual, pencurian, perampokan hingga pembunuhan serta tindakan/ perilaku yang negatif lainnya seperti mabuk-mabukan, merokok atau menyalahgunakan narkoba, merupakan salah satu bentuk gagalnya pendidikan terhadap anak.
Era globalisasi memang telah mengubah segalanya. Beratnya persaingan hidup telah menyebabkan orang lupa memperhatikan kebutuhn anak karena sibuk mencari nafkah. Sementara perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah menyebabkan budaya luar baik atau buruk mengalir bagitu derasnya. Dampaknya bila tidak ada pengawasan dan bimbingan yang cukup buruk dari luar. Oleh karenanya, sejak dini pada anak perlu ditanamkan nailai-nilai moral sebagai pengatur sikap dan perilaku individu dalam melakukan interaksi sosial di lingkungan keluarga, masyarakat maupun bangsa.
Terdapat tiga teori perkembangan yang diyakini menentukan hasil jadi seorang anak. Pertama, teori tabula rasa, yakni teori yang menyatakan bahwa hasil jadi seorang anak sangat ditentukan seperti apa dia dididik. Teori ini mengibaratkan anak sebagai kertas putih yang kosong, tergantung siapa yang menulis dan melukisnya. Menulis dengan rapi atau dengan mencoret-coret bahkan diremas hingga kumal. Semua tergantung yang memegang kandali atas kertas putih tersebut.
Kedua, teori genotype, yang menyatakan bahwa hasil akhir seorang anak sangat ditentukan oleh gen (sifat, karakter, biologis) orang tuanya. Pepatah sering mendukung teori ini dengan perumpamanaan : air hujan mengalir tak jauh dari atapnya. Sifat kareakter, hingga yang lebih ekstrim lagi nasib anak-anak dianggap tidak akan jauh dari situasi orang tuanya. Penganut paham ini sangat kenatar jika sampai pada keputusan menentukan jodoh anak-anaknya. Orang tuanya cocok, maka hubungan anaknya boleh berlanjut, namun jika tidak cocok maka biasanya orang tua tidak akan memberi restu hubungan anaknya.
Ketiga, teori gabungan yang menggabungkan 2 karakter di atas di tambah denagn faktor mileu (lingkungan ). Teori ini banyak dipakai oleh para psikolog maupun pengembang pendidikan. Teori ini meyakini bahwa hasil akhir seorang anak ditentukan oleh tiga hal: faktor orang tua, faktor pendidkan dan faktor lingkungan. Banyak faktor lingkungan yakni dengan siapa dia bergaul, bergaul, pengaruh orang-orang dekat, paling diyakini sangat efektif mempengaruhi perkembangan anak
Membangun karakter anak dengan demikian dibutuhkan upaya serius dari berbagai pihak terutama keluarga untuk mengkondidikan ketiga faktor di atas agar kondusif untuk tumbuh kembang anak. Pendidikan karakter pada anak harus siarahkan agar anak memiliki jiwa mandiri, bertanggung jawab dan mengenal sejak dini untuk dapat membedakan hal yang baik dan buruk, benar-salah, hak-batil, angkara murka-bijaksana, perilaku hewani dan manusiawi.
Anak
adalah individu yang unik. Banyak yang menagatkan bahwa anak adalah miniatur
dari orang dewasa. Padahal mereka betulbetul unik. Mereka belum banyak memiliki
sejarah masa lal. Pengalaman mereka sangat terbatas.
Di sinilah peran orang tua yang memiliki pengalaman hidup lebih banyak sangat dibutuhkan membimbing dan mendidik anaknya. Apabila dikaitkan dengan hak-hak anak, tugas dan tanggung jawab orang tua antara lain :
1. Sejak dilahirkan mengasuh dengan kasih sayang.
2. Memelihara kesehatan anak.
3. Memberi alat-alat permainan dan kesempatan bermain.
4. Menyekolahkan anak sesuia dengan keinginan anak.
5. Memberikan pendidikan dalam keluarga, sopan santun, sosial, mental dan juga pendidikan keagamaan serta melindungi tindak kekerasan dari luar.
6. Memberikan kesempatan anak untuk mengembangkan dan berpendapat sesuai dengan usia anak.
Atas dasar itu orang tua yang bijaksana ankan mengajak anak sejak dini untuk berinteraksi denagn lingkungan sekitar. Saat itulah pendidikan karakter diberikan. Mengenal anak akan perbedaan di selilingnya dan diliatkan dalam tanggung jawab hidup sehari-hari, merupakan sarana anak untuk belajar menghargai perbedaan di sekelilingnya dan mengembangkan karakter di tengah berkembangnya masyarakat. Pada tahap ini orang tua dapat mengajarkan niali-nilai universal seperti cara menghargai orang lain, berbuat adil pada diri sendiri dan orang lain, bersedia memanfaatkan orang lain.
Bapak ibu sebagai orang tua anak, adalah contph keteladanan dan perilaku bagi anak. Oleh karena itu orang tua harus berperilaku baik, saling asih, asah dan asuh. Ibu yang secara emosional dan kejiwaan lebih dekat dengan anaknya harus mampu menjadi teladan yang baik bagi anak-anaknya baik dalam bertutur kata, bersikap maupun bertindak. Peran ibu dalam pembentukan karakter ini demikian besar, sehingga ada pepatah yang mengatakan bahwa “Wanita adalah tiang negara. Manakala wanitanya baik maka baiklah negara. Manakala wanitanya rusak, maka rusaklah negara”.
Sementara itu sang bapak sebagai kepala keluarga juga harus mampu menajdi teladan yang baik. Karena ayah yang terlibat hubungan dengan anaknya sejak awal akan mempengaruhi perkembangan kognitif, motorik, kemampuan, menolong diri sendiri, bahkan meningkatkan kemampuan yang lebih baik dari anak lain. Kedekatan dengan ayah tentunya juga akan mempengaruhi pembentukan karakter anak.
Begitu besarnya peran orang tua dalam pembentukan karakter dan tumbuh kembang anak, sudah sewajarnya apabila orang tua perlu menerapkan pola asuh yang seimbang (authoritative) pada anak, bukan pola asuh yang otoriter atau serba membolehkan (permissive).
Pola asuh yang seimbang (authoritative) akan selalu menghargai individualitas akan tetapi juga menekankan perlunya aturan dan pengaturan. Mereka dangat percaya diri dalam melakukan pengasuhan tetapi meraka sepenuhnya mengahrgai keputusan yang diambil anak, minat dan pendapat serta perbedaan kepribadiannya. Orang tua dengan pola asuh model ini, penuh dengan cinta kasih, mudah memerinci tetapi menuntut tingkah laku yang baik. Tegas dalam menjaga aturan bersedia memberi hukuman ringan tetapi dalam situasi hangat dan hubungan saling mendukung. Mereka menjelaskan semua tindakan dan hukuman yang mereka lakukan dan minta pendapat anak.
Anak dari orang tua yang demikian akan merasa tenang dan nyaman. Mereka akan menajdi paham kalau mereka disayangi tetapi sekaligus mengerti terhadap apa yang diharapkan dari orang tua. Jadi anak sejak pra sekolah akan menunjukkan sikap lebih mandiri, mampu mengontrol dirinya, biasa bersikap tegas dan suka eksplorasi. Kondisi yeng demikian itu tidak akan didapatkan anak bila orang tuanya menerapkan pola asuh otoriter atau permisif. Karena anak-anak di bawah asuhan otoriter akan menjadi pendiam, Penakut dan tidak percaya pada diri mereka sendiri. Sementara anak-anak yang diasuh dengan model permisif akan menajdi anak yang tidak mengenal aturan dan norma serta idak memiliki rasa tanggung jawab.
Dengan berkaca pada kondisi saat ini, sudah saatnya orang tua sekarang mengambil peran lebih untuk mengembangkan karakter dan memberi kesempatan untuk tumbuh dan berkembang secara optimal agar anak menjadi manusia berkualitas.
Di sinilah peran orang tua yang memiliki pengalaman hidup lebih banyak sangat dibutuhkan membimbing dan mendidik anaknya. Apabila dikaitkan dengan hak-hak anak, tugas dan tanggung jawab orang tua antara lain :
1. Sejak dilahirkan mengasuh dengan kasih sayang.
2. Memelihara kesehatan anak.
3. Memberi alat-alat permainan dan kesempatan bermain.
4. Menyekolahkan anak sesuia dengan keinginan anak.
5. Memberikan pendidikan dalam keluarga, sopan santun, sosial, mental dan juga pendidikan keagamaan serta melindungi tindak kekerasan dari luar.
6. Memberikan kesempatan anak untuk mengembangkan dan berpendapat sesuai dengan usia anak.
Atas dasar itu orang tua yang bijaksana ankan mengajak anak sejak dini untuk berinteraksi denagn lingkungan sekitar. Saat itulah pendidikan karakter diberikan. Mengenal anak akan perbedaan di selilingnya dan diliatkan dalam tanggung jawab hidup sehari-hari, merupakan sarana anak untuk belajar menghargai perbedaan di sekelilingnya dan mengembangkan karakter di tengah berkembangnya masyarakat. Pada tahap ini orang tua dapat mengajarkan niali-nilai universal seperti cara menghargai orang lain, berbuat adil pada diri sendiri dan orang lain, bersedia memanfaatkan orang lain.
Bapak ibu sebagai orang tua anak, adalah contph keteladanan dan perilaku bagi anak. Oleh karena itu orang tua harus berperilaku baik, saling asih, asah dan asuh. Ibu yang secara emosional dan kejiwaan lebih dekat dengan anaknya harus mampu menjadi teladan yang baik bagi anak-anaknya baik dalam bertutur kata, bersikap maupun bertindak. Peran ibu dalam pembentukan karakter ini demikian besar, sehingga ada pepatah yang mengatakan bahwa “Wanita adalah tiang negara. Manakala wanitanya baik maka baiklah negara. Manakala wanitanya rusak, maka rusaklah negara”.
Sementara itu sang bapak sebagai kepala keluarga juga harus mampu menajdi teladan yang baik. Karena ayah yang terlibat hubungan dengan anaknya sejak awal akan mempengaruhi perkembangan kognitif, motorik, kemampuan, menolong diri sendiri, bahkan meningkatkan kemampuan yang lebih baik dari anak lain. Kedekatan dengan ayah tentunya juga akan mempengaruhi pembentukan karakter anak.
Begitu besarnya peran orang tua dalam pembentukan karakter dan tumbuh kembang anak, sudah sewajarnya apabila orang tua perlu menerapkan pola asuh yang seimbang (authoritative) pada anak, bukan pola asuh yang otoriter atau serba membolehkan (permissive).
Pola asuh yang seimbang (authoritative) akan selalu menghargai individualitas akan tetapi juga menekankan perlunya aturan dan pengaturan. Mereka dangat percaya diri dalam melakukan pengasuhan tetapi meraka sepenuhnya mengahrgai keputusan yang diambil anak, minat dan pendapat serta perbedaan kepribadiannya. Orang tua dengan pola asuh model ini, penuh dengan cinta kasih, mudah memerinci tetapi menuntut tingkah laku yang baik. Tegas dalam menjaga aturan bersedia memberi hukuman ringan tetapi dalam situasi hangat dan hubungan saling mendukung. Mereka menjelaskan semua tindakan dan hukuman yang mereka lakukan dan minta pendapat anak.
Anak dari orang tua yang demikian akan merasa tenang dan nyaman. Mereka akan menajdi paham kalau mereka disayangi tetapi sekaligus mengerti terhadap apa yang diharapkan dari orang tua. Jadi anak sejak pra sekolah akan menunjukkan sikap lebih mandiri, mampu mengontrol dirinya, biasa bersikap tegas dan suka eksplorasi. Kondisi yeng demikian itu tidak akan didapatkan anak bila orang tuanya menerapkan pola asuh otoriter atau permisif. Karena anak-anak di bawah asuhan otoriter akan menjadi pendiam, Penakut dan tidak percaya pada diri mereka sendiri. Sementara anak-anak yang diasuh dengan model permisif akan menajdi anak yang tidak mengenal aturan dan norma serta idak memiliki rasa tanggung jawab.
Dengan berkaca pada kondisi saat ini, sudah saatnya orang tua sekarang mengambil peran lebih untuk mengembangkan karakter dan memberi kesempatan untuk tumbuh dan berkembang secara optimal agar anak menjadi manusia berkualitas.
Keluarga adalah lingkungan yang pertama dan utama dikenal oleh anak, jadi dalam
lingkungan keluargalah watak dan kepribadian anak akan dibentuk yang sekaligus
akan mempengaruhi perkembangannya di masa depan.
Di mata anak, orang tu (ayah ibu) adalah figur atau contoh yang akan selalu ditiru oleh anak-anaknya. Oleh sebab itu, ayah ibu harus mampu memberi contoh yang baik pada anak-anaknya, memberi pengasuhan yang benar serta mencukupi kebutuhan-kebutuhannya dalam batasan yang wajar.
Dengan memainkan peranan yang benar dalam mendidik dan mengasuh anak, anak akan tumbuh dan berkembang secara optimal. Dan yang tidak kalah pentingnya, anak akan tumbuh menjadi anak yang berkarakter tidak mudah larut oleh budaya buruk dari luar serta menjadi anak yang berkepribadian baik sebagai aset generasi penerus bangsa di masa depan.
Di mata anak, orang tu (ayah ibu) adalah figur atau contoh yang akan selalu ditiru oleh anak-anaknya. Oleh sebab itu, ayah ibu harus mampu memberi contoh yang baik pada anak-anaknya, memberi pengasuhan yang benar serta mencukupi kebutuhan-kebutuhannya dalam batasan yang wajar.
Dengan memainkan peranan yang benar dalam mendidik dan mengasuh anak, anak akan tumbuh dan berkembang secara optimal. Dan yang tidak kalah pentingnya, anak akan tumbuh menjadi anak yang berkarakter tidak mudah larut oleh budaya buruk dari luar serta menjadi anak yang berkepribadian baik sebagai aset generasi penerus bangsa di masa depan.
Peran orang tua sangat lah pentinng dalam membentuk kepribadian
seorang anak, karena dari didikan orangtua lah yang membuat kita bisa menjadi
seperti ini. Orang tua juga sangatlah penting dalam membentuk pondasi dari
kepribadian seorang anak, saya sebagai seorang anak pun sangatlah merasakan
peranan dari orang tuadalam membentuk kepribadian diri saya, apa saja yang saya
lakukan baik sikap maupun kepribadian saya, sedikit banyak mengikuti sifat dari
orangtua saya, terutama hal yang sangat mereka tekankanpada saya, sejak saya
kecil hingga sekarang ini.
Sejak kecil, orang tua
saya sudah menanamkan nilai-nilai moral, keagamaan, tata krama, sopan santun,
dan lain-lain. Di dalam materi kali ini saya akan menceritakan beberapa
hal peranan orang tua yang saya rasakan selama ini.
Peran orangtua untuk
mengajarkan keagamaan, mungkin inilah yang sangat penting yang di tekankan oleh
orang tua saya, karena kedua orang tua saya penganut agama islam, jadi erat
bersandar pada al-quran dan sunnah rasulullah. Segala sesuatu yang saya lakukan
selalu di ingatkan orang tua saya agar tidak melenceng dari isi al-quran
sebagai pedoman hidup saya, dan segala sesuatu yang saya lakukan selalu di
ajarkan untuk meniru sikap dan sifat rasulullah saw, karena orang tua saya
beranggapan bahwa sebagai seorang muslimin dan mukminin, bukan hanya
menjalankan kewajiban saya sebagai seorang mukmin dan muslimin,dan menjauhi
segala larangan Allah SWT. Tapi lebih dari itu, bagi orangtua saya, saya
harus meneladani dan mengikuti apa yang di ajarkan rasulullah, karena
rasulullah merupakan contoh tauladan bagi para umatnya. Dan saya yakin apabila
saya meneladani dan mengamalkan sikap dan sifat rasulullah, baik dalam
beribadah maupun dalam melakukan aktifitas sehari-hari, mungkin kita semua akan
menjadi pribadi yang sidik, amanah, tabligh, dan fatonah apa bila hidup kita
dilandasi dengan agama dan meneladani rasululah. Dan mungkin generasi bangsai
ini akan menjadi generasi bangsa yang sangat baik, dan apabila sikap dan contoh
dari rasululah di jadikan pondasi dalam hidup seseorang mungkin tidak ada lagi
korupsi, pencurian dan pembunuhan di negeri ini, dan saya yakin negeri ini akan
menjadi negeri yang sangat damai.
Peran orangtua pun
saya rasakan sewaktu orangtua saya mengajarkan tata cara bersosialisasi, baik
dalam bergaul terhadap sesama, dengan yang lebih muda, maupun dengan yang lebih
tua, mereka pun mengajarkanbagaimana sikap dan perbuatan kita terhadap sebaya,
atau yang lebih muda maupun yang lebih tua. Dan hal tersebut menjadi suatu
bekal bagi saya dalam bersosialisasi di masyarakat.
Orang tua saya
pun mengajarkan kepada saya untuk selalu hemat dan tidak menghambur-hamburkan
sesuatu, baik dalam bentuk uang, energi, barang, sumber daya alam, maupun yang
lainnya, karena itu adalah sifat setan. hal tersebut sangat lah bermanfaat bagi
saya, dan saya selalu ingat untuk tidak menghampur-hamburkan atau pun
hura-hura, dan saya juga di ajarkan untuk berbagi kepada orang yang
membutuhkan, karena rasulullah pun mengajarkan hal tersebut,
Kesimpulan yang bisa saya ambil dari materi kali ini adalah,
seseorang memiliki sifat dan karakter berdasarkan didikannya dan pondasi yang
di derikan oleh orang tuanya masing-masing. Dan tergantung bagai mana cara
orang tua mereka mengarahkan anaknya. Dan agar generasi penerus bangsa ini,
menjadi lebih baik, harus di mulai dari orangtua yang cerdas, dan memiliki
pengetahuan yang luas, memiliki nilai moral, dan senantiasa selalu berpedoman
kepada al-quran dan sunnah rasulullah. Sehingga generasi yang akan datang
menjadi generasi yang dapat memimpin negeri ini dengan baik.
SUMBER :
http://unsurbudaya4ka38.blogspot.co.id/2013/10/peran-keluarga-dalam-pembentukan.html Diakses : 14 Oktober 2015
http://www.republika.co.id/berita/humaira/samara/13/08/01/mquqn1-10-hak-anak-indonesia-sudahkah-anda-memberikan-ini Diakses : 14 Oktober 2015
https://membuatwebsitebagipemula.wordpress.com/artikel-pedidikan-anak/membentuk-karakter-anak-yang-berkualitas/ Diakses : 14 Oktober 2015
http://dbagus.com/pentingnya-peran-orang-tua-dalam-pendidikan-anak-anak Diakses : 14 Oktober 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar