Pengemis
dan Gelandangan jangan di Pelihara
(analisis
Pelapisan Sosial dan Kesamaan Derajat)
Pengemis merupakan salah satu masalah sosial yang
belum teratasi dengan baik sampai saat ini. Pemerintah baik di tingkat pusat
maupun daerah telah berupaya mengeluarkan berbagai kebijakan untuk mengurangi
angka gelandangan dan pengemis. Namun ironisnya jumlah gelandangan dan pengemis
sering mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Bahkan untuk di kota-kota
besar, jumlah gelandangan dan pengemis biasanya bertambah pasca hari raya
sehingga usaha pemerintah tidak akan pernah ada habisnya untuk mengurangi jumlah
gelandangan dan pengemis khususnya di perkotaan.
Kebanyakan dari mereka sudah terorganisir, artinya
para pengemis tersebut biasanya pagi hari diantar menggunakan kendaraan.
Kemudian pada malam harinya dijemput lagi untuk diantar pulang. Titik penyebarannya
pun beragam. Kita bisa menemukan pengemis di lampu merah, pintu masuk masjid
raya, stasiun kereta, tempat wisata umum, dan lain sebagainya. Banyak dari
mereka tergiur akan penghasilan sebagai pengemis karena dalam sehari pun
pengemis bisa merauk uang kurang lebih hingga Rp 300 rupiah, jika dibandingkan dengan gaji karyawan bahkan
lebih tinggi pendapatan dari pengemis.
Permasalahan sosial gelandanagan dan pengemis
merupakan akumulasi dan interaksi dari berbagai permasalahan seperti hal hal kemiskinan,
pendidikan rendak, minimnya keterampilan kerja yang di miliki,lingkungan,
sosial budaya, kesehatan dan lain sebagaianya. Adapun gambaran permasalahan
tersebut dapat di uraikan sebagai berikut :
Masalah kemiskinan.
kemiskinan menyebabkan seseorang tidak mampu
memenuhi kebutuhan dasar minimal dan menjangkau pelayanan umum sehingga tidak
dapat Mengembangkan kehidupan pribadi maupun keluarga secara layak.
Masalah Pendidikan
Pada umumnya tingkat pendidikan gelandangan dan
pengemis relatif rendah sehingga menjadi kendala untuk memperleh pekerjaan yang
layak
Masalah keterampilan kerja
Pada umumnya gelandangan dan pengemis tidak memiliki
keterampilan yang sesuai dengan tuntutan pasar kerja.
Masalah sosial budaya
Ada beberapa faktor sosial budaya yang menagkibatkan
seseorang menjadi gelandangan dan pengemis.
a. Rendahnya harga diri, Rendahnya harga diri kepada
sekelompok orang, mengakibatkan tidak dimiliki rasa malu untuk minta minta.
b. Sikap pasrah pada nasib, Mareka manggap bahwa
kemiskinan adalah kondisi mereka sebagai gelandangan dan pengemis adalah nasib,
sehingga tidak ada kemauan untuk melakuan perubahan.
c. Kebebasan dan kesenangan hidup mengelandang , Ada
kenikmatan tersendiri bagi orang yang hidup mengelandang
Dengan adanya para gelandangan dan pengemis yang
berda di tempat tempat umum akan menimbulkan banyak sekali masalah sosial di
tengah kehidupan bermasyarakat di antaranya:
Masalah lingkungan (tata ruang), Gelandangan dan
pengemis pada umumnya tidak memiliki tempat tinggal tetap, tinggal di wilayah
yang sebanarnya dilarang dijadika tepat tinggal, seperti : taman taman, bawah
jembatan dan pingiran kali. Oleh karna itu mereka di kota besar sangat mengangu
ketertiban umum, ketenangan masyrakat dan kebersihan serta keindahan kota.
Masalah kependudukan , Gelandangan dan pengemis yang
hidupnya berkeliaran di jalan jalan dan tempat umum, kebnayakan tidak memiliki
kartu identitas (KTP/KK) yang tercatat di kelurahan (RT/RW) setempat dan sebagian
besar dari mereka hidup bersama sebagai suami istri tampa ikatan perkawinan
yang sah.
Masalah keaman dan ketertiban, Maraknya gelandangan
dan pengemis di suatu wilayah dapat menimbulkan kerawanan sosial mengagu
keamanan dan ketertiban di wilayah tersebut.
Masalah kriminal litas, Memang tak dapat kita sangal
banyak sekali faktor penyebab dari kriminal litas ini di lakuakan oleh para
gelandangan dan pengemis di tempat keramaian mulai dari pencurian kekerasan
hingga samapi pelecehan seksual ini kerap sekali terjadi.
Banyak upaya yang harus dilakukan guna menurunkan
tingkat pengemis dan gelandang di perkotaan, misalnya :
Pertama, untuk meminimalisir berkembangnya pengemis,
pemerintah seharusnya menjaring koordinator para pengemis jalanan tersebut.
Karena mereka lah yang bertanggung jawab dalam mengirim orang-orang untuk
mengemis. Jika koordinator-koordinator ini bisa dijaring, maka masalah pengemis di perkotaan akan menurun.
Kedua, setelah menjaring koordinator pengemis pun
masih ada kemungkinan bertambahnya pengemis. Karena faktor ekonomi(Kemiskinan,
pengangguran). Maka untuk mengatasi hal tersebut. Dinas social bisa
meminimalisir dengan menambahkan jumlah lapangan kerja. Karena salah satu
faktor yang mempengaruhi kemiskinan adalah minimnya jumlah lapangan kerja
sehingga banyak yang menganggur.
Ketiga, bagi keluarga-keluarga yang berpendapatan
rendah sehingga tidak mampu untuk bertempat tinggal yang layak, pemerintah
dapat menyediakan suatu kompleks rumah tinggal milik Negara atau apartemen-apartemen
milik Negara yang dapat dipergunakan oleh keluarga tersebut secara gratis dalam
kurun waktu tertentu sampai mereka dirasa akan mampu untuk mendapatkan
pendapatan yang layak untuk tinggal di rumah atau apartemen sewaan yang murah
tetapi sehat dan layak huni. Dengan menempatkan keluarga-keluarga yang kurang
beruntung dalam hal materi tersebut dalam suatu kompleks bersama, maka
pengawasan dengan mudah dapat dilakukan.
Keempat, bagi para pengemis dan gelandangan. Para
pengemis yang memang mengemis karena berada dalam kondisi kekurangan, maka
pemerintah dapat menempatkan mereka dalam rumah atau apartemen milik Negara
tersebut, sambil mereka mendapatkan pembinaan untuk mampu bekerja untuk dapat
mempunyai kehidupan yang layak bagi dirinya atau keluarganya. Bahkan bagi
mereka yang bersedia, pemerintah dapat mengirim mereka sebagai warga
transmigrasi agar mempunyai pendapatan yang cukup bagi keluarganya. Sementara
bagi mereka yang mengemis karena menjadikan mengemis sebagai pekerjaan dan
sebenarnya mereka adalah orang-orang yang kaya, penulis kira pemerintah harus
berani memberikan hukuman pidana bagi mereka karena telah melanggar
undang-undang kesejahteraan masyarakat.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar